Selasa, 24 Juni 2014

Pergilah..

Perlahan bayanganmu mulai menghilang, tersamar-samar jejakmu seakan terhapus hembusan angin, sosokmu membalut dalam kegelapan, dan menghilang. Dulu semua terkesan sangat manis, sangat romantis. Kamu berhasil membuat aku tak berdaya, seluruhnya. Ada hasrat untuk membencimu, tapi apa daya? Cinta ini terlalu besar untukmu. Seharusnya saat itu, aku tak mempercayaimu, seharusnya waktu itu, aku tak berikan seluruh perasaanku padamu. Harusnya aku tak sebodoh ini.


Sudahlah, tak mengapa, semua ini salahku. Salahku yang tak bisa menyesuaikan logika dan perasaanku. Menyesal pun tak akan mengubah menjadi netral. Ya sudah, jalani saja. Pabila ini maumu dan pabila ini yang terbaik bagimu, aku bisa apa? Bertahan sendiri? Berjuang sendirian? Lalu untuk apa ada kamu? Untuk apa? Untuk menebar luka? Memahat hati? Menyisih bongkahan kenangan? Apa lagi? Katakan pada dunia kamu telah berkhianat? Haha mereka hanya akan menertawakanku, mencaci dan memakiku. Sudahlah. Percuma ku debatkan segala argumen dan persepsi jikalau aku yang mengambil alih sendirian. Kamu hanya bisa berlalu. Sana, ya, pergi saja.



Muak dengan segala kebohongan dan kepalsuanmu, aku sudah MUAK! Permainan apa yang kau menangkan? Haha Selamat, kau mengalihkan duniaku, melumpuhkan segala ingatanku, menjajah isi hatiku. Selamat ya! Kamu tak akan tahu seperti apa saat ini AKU, kamu tak akan bisa mengerti. Rasanya aku kecewa, tak ingin apapun lagi, diam cara terbaik bagiku merasa perih dan terabaikan, kau anggap aku seperti barang? Saat baru kau perlakukan aku istimewa, saat rusak kau buang aku. Ya, seperti itulah kurasa. Cukup sudah, Pergilah, jangan pernah menoleh, jangan lagi melangkah menghampiriku, jangan lagi kibarkan senyum itu, sudahlah. PPEEERRGGIIIIIIIII!!!! 

Selasa, 07 Januari 2014

I Found My Love In The End Of The Year



Aku terhibur dengan percakapan di akun social twitterku… dengan orang-orang yang menyenangkan di dalamnya, sehingga aku terlena dengan semua cekikikan, kejaihilan, dan itu membuatku lupa akan rasa sakitku, yaa…. Sakit di dalam hatiku sejak dua tahun terakhir merayapiku, sehingga tak ku temukan cinta yang baru. Secara beruntun aku mengenali kamu.. melalui temanmu… dan teman dari temanmu yaitu seniorku, kaka kelasku dahulu. Semua terjadi tanpa skenario dan tanpa latar belakang kesengajaan, begitu alami dan apa adanya. Mungkin ini cara Tuhan untuk mengakhiri masa pemulihanku, menyusutkanku dari keterpurukan yang akhir-akhir ini setia bersamaku. Tahukan gimana rasanya di tenggelamkan puing-puing cinta? Mengerikan sekali rasanya, seakan aku pengidap penyakit hati yang sulit untuk disembuhkan. Terima kasih Tuhan.. aku bisa merasakan jatuh cinta lagi.. meski aku kurang yakin dengan perasaaanku ini.. tapi siapa yang peduli? “wooaaahhhh.. I’M FALL IN LOVE…” speker keras dari hatiku mengguncang telingaku.

Ternyata ini rasanya jatuh cinta — lagi.. seakan terbang ke bulan, melingkari bintang yang berbentuk hati dengan warna merah muda yang cerah. Dari mention di twitter kemudian beralih chat di BBM, begitu senangnya merasa di pentingkan oleh orang lain, seakan hidupku tak pernah tersiakan. Sepanjang hari kau sapa aku, setiap menit kau mengingatkanku, kau tawariku bantuan darimu namun aku selalu menolaknya dengan malu-malu. Sepanjang malam kita selalu berbincang-bincang melalui seluler yang berbeda provider yang harus membuatmu untuk lebih sering mengisi saldo di ponselmu. Tak pernah seharipun kau meninggalkan aku tanpa kabar, kamu selalu ijin ketika ingin pergi atau sekedar bermain dengan rekanmu. Ku perjelas.. kita hanya teman biasa yang memiliki rasa yang sama, kamu membuatku merasa paling terpenting, dan membuatku seakan telah singgah dihatimu.

Tubuhku mencair, hatiku luluh, nadiku berdenyut menggebu-gebu, aku gemetaran, suaraku hilang, jemariku berkeringat dan beku sesaat kau bilang “Aku menyayangimu.. melebihi status diantara kita, melebihi batasan rasa antara teman biasa, Aku menyayangimu.. kamu membuatku mencintai kehidupanku, membuatku menantikan hari esok bersamamu yang ku harapkan menjadi kekasihku. Bagaimana denganmu? Apa kamu menerimaku menjadi teman dekatmu? Pacarmu?” aku tak tahu harus menjawab apa… seandainya mudah untuk menjawab kata     YA     namun aku masih sulit mengunggapkannya, kisah dahulu selalu menghantuiku meski kamu meyakiniku dengan janji manismu, kenyataannya;         aku         masih     takut.     lama kau menunggu jawabku, tak kunjung kau temukan suaraku, kau alihkan aku dengan rencana pertemuan pertama kita, seakan kau memahami akan kebisuanku karena bukan kali pertama kau menanyakan hal yang sama padaku. Ketahui saja, selama delapan bulan kita dekat, tak pernah sejengkalpun aku melihatmu dengan nyata.

Merindukanmu kini selalu menyayat pikiranku, khayalan ingin memelukmu menjadi kehangatanku, ingin aku menatapmu saat kau kembali bertanya lagi padaku tentang perasaanku. Melakukan hal secara nyata dan tetap bersama, selalu ku nantikan saat itu. Delapan bulan kita bersama, tanpa kau sentuh aku, tanpa kau tatap aku, tanpa kau genggamiku. Kerinduanku akan dirimu memproteskan aku tentang keberanianku, menimbulkan konspirasi yang membuatku semakin tertekan membayangi akan dirimu. Namun aku tak ingin mendesakmu untuk menemuiku, karena jarak kita semakin jauh. Tiga bulan yang lalu, terakhir kali kau meminta aku untuk menemuimu sebelum kau pergi ke Kota lain; Kalimantan, kau akan bekerja disana. Kau merayuku, membujukiku, dengan segala cara kau berusaha untuk aku segera menemuimu namun saat itu aku masih ragu.

Dan sekarang, aku tak bisa membujuk maupun memintamu agar segera pulang karena penolakanku saat terakhir kau menggharapkan kita untuk bertemu, karena diriku yang terlalu gengsi untuk menemuimu, dan karena aku yang memperlambat pertemuan kita. Aku hanya bisa menunggumu, berharap kau membahasnya lagi, dan mungkin saat itu aku akan siap untuk mengungkapkannya, perasaanku; rasa cintaku padamu. Dengan tak sabar aku bertanya untuk yang kesekian kali saat kau meleponku “kau akan segera pulang kan? Berapa lama lagi? Apa kau tak merindukan aku?” kamu tertawa kecil “hehehe sudah berkali-kali kau menanyakan hal yang sama padaku, sabarlah aku pasti akan menemuimu, aku amat merindukanmu sayang” kau membuatku malu, aku salah tinggah “kau tak pernah memastikannya, aku tak puas dengan jawabanmu” lagi-lagi kau hanya merayuku, membuat rindu ini menusuk jantungku “sabar ya sayang, tak lama lagi aku akan pulang. Sekarang tidurlah.. esok akan menjadi kejutan barumu” aku membalas “kejutan apa? Besok kau pulang ya?” dengan suara renyahmu kau tertawa keras “hahahahaha kalau besok aku pulang pasti kau akan menolak menemuiku lagi” singkat aku membalasnya “tidak”  kamu semakin membuatku penasaran “sungguh? Lalu bagaimana dengan ulangan matematikamu besok? Bukankah itu akan merebus kepalamu hingga botak? Hahahahaha” selalu saja kau bisa membuatku seperti ini, terhanyut dengan keseriusan yang kau jadikan lelucon “hahaha aku akan meminjam rambutmu” tawa mengakhiri percakapan kita, karena kamu selalu memintaku untuk cepat tidur.

Bulanku kini datang.. aku berharap kaupun segera datang.. tapi saat usiaku genap 17 tahun tepat di tanggal 7 bulan ke duabelas itu kau hanya memberiku ucapan dan doa, serta rangkaian kata yang membuatku semakin merindukanmu, Aku sangat Merindukanmu. Hari-hari berlalu, aku sudah lelah menanyakan kepulanganmu, aku pikir kau pasti akan pulang pada saat yang tepat dan tanpa aku memintamu.  Akhir tahun akan segera kulalui, dan jika bukan kamu kejutanku di akhir tahun ini, aku berharap kau adalah kejutanku di awal tahun depan. Semoga kita segera bertemu. Seharian ini kau tak mengabariku, sehingga membuatku penasaran akan kabarmu, kucoba meneleponmu dan kucoba kirim chat di BBM, mengirimimu pesan singkat, menghubungimu melalui akun twittermu, tak ada satupun yang kau balas. Semua pesanku tak kau respon. Apa ada yang salah denganku? Apa aku menyakitimu? Tapi apa salahku? 2 hari kau tak meresponku, mungkin kah ini caramu untuk menjauhiku? Kau buatku tak bisa tidur dan melamun penasaran karenamu.

30 Desember 2012 sore hari kau mengabariku memintaku untuk menemuimu malam itu. Aku senang sekali mendengar kabarmu telah pulang dan kau memintaku lagi untuk bertemu, dengan semangat aku menyetujuinya. Tepat jam 20:00 kau meneleponku, kau menungguku di depan rumahku dengan baju warna putih yang telah kita sepakati aku menemukanmu bersandar di motormu, lalu kau ajak aku ke pantai. Di Ancol tepat di hadapan laut yang luas dan bisikan ombak yang memberiku hempasan angin yang menyambar, saat itu kau membicarakan tentang kita, tentang perasaanku, dan tentang hubungan kau denganku. Tak ku sangka, ku temukan cintaku di akhir-akhir tahun, kau memelukku dengan tubuhmu yang hangat, dan menciumku dengan caramu yang lembut. Kerinduanku telah melebur memanggil rintikkan hujan turun, namun tak ku siakan moment itu untuk berfoto denganmu, kau meminta orang lain mengabadikan pertemuan pertama kita. Kemudian kau mengantarku pulang.

Pagi pertama kau menjadi pacarku.. sangat manis perlakuanmu padaku, bahkan lebih manis dari biasanya. Kau meminta ijinku karena kau ingin mengunjungi makam Ayahmu. Kutunggu kabarmu hingga petang, kemudian kau melepon “Aku di depan rumahmu, bisakah kita bertemu sebentar?” katamu yang membuat aku terkejut, hampir ku tak ingin menemuimu karena sakit kakiku waktu itu, “sebentar saja sayang” sambungmu. Aku menemuimu dengan keadaanku yang lesu, lalu kutanya kau “Ada apa? Mau apa? Kakiku sakit, kalau tak penting kau hanya menambah kesakitanku lebih parah” aku bertanya dengan sedikit sebal “aku hanya ingin bertemu denganmu, ternyata kau mau menemuiku lagi setelah tadi malam” balasmu yang membuatku menjadi kesal dan berbalik arah mengabaikanmu “eeeh… tunggu dulu” kamu meraih tanganku sehingga membuatku berhadapan lagi denganmu, kemudian kamu beranjak menuju parkiran motormu dan kau kembali tiba-tiba mengejutkanku dengan 5 tangkai bunga mawar putih yang menutupi pandanganku dari apapun. Kau sangat manis, membuat wajahku tersipu dan lagi-lagi aku salah tingkah “buat kamu..” katamu sambil memberiku kejutan yang lain lagi “…ini juga buat kamu” sambungmu dengan 2 buah boneka lucu yang aku sukai. “terima kasih” kataku sambil tersipu dan aku merasa malu.


Kita habiskan acara malam tahun baruan melilingi Kota Jakarta yang ramai, meleburkan Kembang-Kembang Api yang indah dan berhamburan di atas langit, Malam itu terasa Indah buatku, di akhir tahun 2012 kau menutup ceritaku dengan sangat manis. Rintikkan hujan turun menjadi deras, kita singgah di terminal Bus sampai menunggu hujan reda, kau melindungiku dari air hujan yang menyembur kita, kau tutupi tubuhku dengan jaketmu, kau biarkan dirimu kedinginan dan memilih untuk menghangatkanku. Di terminal Bus ini kita menyaksikan Langit berwarna-warni seakan hujanpun tak dapat menghalangi Acara penutupan tahun yang selalu meriah ini, buatku.. ini adalah acara penutupan tahun pertama kali kurasakan, biasanya aku hanya menghakhirinya bersama keluargaku, namun kini aku akhiri bersamamu. Ku bilang padamu “Selamat Tahun Baru, Terima kasih malam ini sungguh indah, terima kasih telah bersabar untuk menemuiku, terima kasih atas perhatian yang sangat manis kau berikan padaku, terima kasih kau dapat mengobati luka hatiku, Aku menyayangimu” kemudian kau tersenyum dan “I love You” bisikmu mengakhiri malam Tahun Baruan kita.

Sabtu, 04 Januari 2014

Cuma Gara-Gara Facebook

Amarah dan Kekesalan yang kini melanda Prasetyo, Kecewa yang selalu membayangi, beribu maaf yang entah berapa kali terlontar dari bibirnya. “Maafkan aku, ku akui aku memang salah. Maafkan aku jika semua itu membuatmu cemburu dan kecewa, Maafkan Aku…” ucapan maaf dan pengakuan Prasetyo tak meredamkan kekalutan dan kebimbangan atas diri Livia; kekasihnya, yang kini telah kecewa dan terbakar cemburu atas perbuatan Prasetyo. “Aku tidak menyangka kamu segitu genitnya dengan wanita lain dan tak habis pikir dengan pemikiranmu, kau anggap aku apa?” Livia membalas dengan nada keras dan sedikit pekikkan yang membuatnya nyaris terdesak “..ku kira kau tak akan bermain percikkan api, kini aku mulai meraguimu, tak lagi kupercayaimu sepenuhnya. Aku kecewa padamu” sambungnya dengan suara yang tak selantang awalnya.. Livia mulai terisak.

Prasetyo sangat menyesali perbuatannya, memarahi dirinya sendiri, kecewa akan perbuatan yang telah di lakuinya, dan membuatnya begitu sedih, dia gagal mempertahankan kepercayaan Livia kepadanya. Malam itu serasa petir menyambarnya dengan hembusan angin yang membuatnya beku, dengan kenyataan yang tak pernah ia bayangkan, Livia memutuskan hubungan dengannya. Prasetyo tak bisa berbicara, mulutnya terkunci rapat, hatinya berkecambuk, perih sekali rasanya, mendengar kata PUTUS ia berharap telinganya mendadak tuli agar tak pernah di dengarnya lagi kata itu. Semalaman Prasetyo tak bisa tidur, pikirannya selalu membayangi saat terakhir ia bertemu Livia, penyesalan yang membuat cowok keras kepala itu seakan menjadi cengeng, menangis tersendu-sendu meratapi nasib cintanya yang kini telah kandas.

Sehari sebelum Livia mengakhiri Cintanya dengan Prasetyo, Livia hanya ingin sekedar melihat dan mengecek akun Facebook milik Prasetyo, Email dan password telah ia dapatkan sejak lama, jadi tak susah untuk membuka akun Facebook milik Prasetyo dengan diam-diam alias tanpa sepengetahuan Prasetyo. Saat membuka inbox akun Facebook milik Prasetyo, Livia terkejut dan tak percaya dengan apa yang ia lihat, rupanya selama seminggu Livia tak mengabari Prasetyo, Prasetyo tak merasa cemas ataupun mencarinya karena ia melihat begitu banyak pesan yang masuk dan itu semua adalah wanita dengan kata-kata rayuan manis yang menjijikan dan nomor ponsel berikut dengan pin BB serta data pribadi maupun alamat rumah wanita-wanita itu. Livia terbelalak, matanya seakan melebar dengan rahang yang ternganga, mulutnya membentuk lingkaran kecil lalu mengeluarkan suara “OH.. MY GOD!! I CAN’T BELIEVE IT” kecemburuan mengalir ke paru-parunya yang membuat Livia sesak dan merobek-robek hatinya. MARAH!! LIVIA SANGAT MARAH!!

Prasetyo berusaha memperbaiki hubungannya dengan Livia, namun Livia masih terbakar cemburu dan amarah. Berkali-kali Prasetyo menelepon Livia dan sms dengan kata-kata yang panjang sampai tak tahu berapa banyak jumlahnya. Livia tak meresponnya malah ponselnya kini dinonaktifkan. Dengan lantang Prasetyo berkata “Apa yang harus gue perbuat? Gue sangat mencintai Livia, seandainya Livia beri gue kesempatan, gue janji gak akan mengulanginya lagi dan gak akan mengecewakannya lagi. Dua tahun Livia menemani gue, suka duka kita bersama. Gue gak rela kalau hubungan gue sama Livia putus gitu aja Cuma gara-gara Facebook” tinju menghantam jam weker yang tersenyum di atas meja samping tempat tidurnya, menjadi terbelah-belah dan hancur.

Saat ini Prasetyo sedang berjuang untuk menanam kembali kepercayaan Livia kepadanya, dan berharap masalah ini akan segera berakhir dengan manis. Semoga hubungan Mereka (Prasetyo dan Livia) bisa kembali menjalin kasih. Cinta Sejati tidak akan pernah terhalang oleh apapun dan Dunia manapun. Percayalah.. Jika saling Mencintai jangan pernah menghakhiri cinta yang terjalin, karena Kekesalan dapat kita redamkan dengan pikiran yang jernih dan positif, namun jika Cinta yang kita akhiri belum tentu kesempatan akan menemui kita lagi.



Dari Cinta yang kita pertahankan
Dunia Maya menjadi Singgahan
Cinta Sejati harus di Perjuangkan

Jumat, 03 Januari 2014

Hanya Untuk Menunggu (Lagi)


Aku menatap semu ke sebuah lorong gulita yang bersiluet dan sunyi, entah apa yang aku tunggu seakan pandanganku tak beranjak kabur dan ingin terus menatap kegelapan itu. “tuk..tuk..tuk…” hentakkan kaki seseorangpun tak membuatku terkejut. Aku masih tetap fokus dengan pandanganku. Di gedung tua ini aku menghabiskan setengah hariku hanya untuk memandangi lorong itu, lorong yang tersambung dengan pintu masuk dan keluar sehingga aku bisa mengetahui siapa saja yang datang dan pergi melalui lorong itu.

“Hey. What are you doing? Are you okay?” wanita paruh baya dengan rambut pirangnya berusaha memperhatikan aku dan dia terlihat bingung dengan keadaanku yang hanya duduk melamun terpengarah terhadap satu pandangan. Aku mencoba mengubrisnya “Nothing, I’m fine” ku selipkan senyuman tipis yang kutampilkan di wajahku, tanpa ku alihkan pandanganku dari sudut lorong itu. Wanita itu beranjak kemudian dia mengelus tanganku dengan lembut dan menghapus kedinginan di ruangan ini seakan hangat dan membuatku nyaman. Dia berlalu dengan tergopoh-gopoh karena membawa barang-barang yang besar hingga dia menghilang di balik pintu masuk.

Dari Matahari terlihat terik dan bersemangat memulai hari, sampai Hujan rintik meredamkan aspal yang melepuh dan kini mulai membanjirinya. Jalan semakin Macet dan orang-orang berlalu-lalang mencari tempat teduhan, dari gedung ini sepi dan sunyi hingga aku mulai merasakan nafasku sesak dan kakiku terjepit barang-barang yang mereka bawa. Seseorang berseragam rapih yang bekerja di tempat ini bertanya kepadaku “selamat Malam Nona, Apa kau menunggu seseorang? Sedari siang aku melihatmu disini namun kau tak beranjak sekalipun dari tempat ini. Ada yang bisa saya bantu?” Aku mulai tersadar, seharian aku di tempat ini dan aku terbelalak melihat sekelilingku, sungguh ramainya disini “oh tidak, terima kasih. Saya mau pulang saja” aku bergegas berdiri, namun jemari kakiku mulai keram rasanya seperti di semuti puluhan ribu semut rangrang yang berkonvoi di kakiku. Aku merintih kecil hingga membuat petugas itu kembali bertanya “apa kau baik-baik saja nona?” dengan sigap ku pulihkan tenagaku yang tersisa lalu ku jawab “ya, saya baik-baik saja” dengan mengabaikannya aku berjalan melewatinya, sungguh arogan sekali sikapku ini tanpa mengakhiri perhatiannya dengan kata terima kasih, masa bodoh.

Menerobos hujan yang deras tanpa mengenakan pelindung anti air sehelaipun, Aku berjalan santai tak kupedulikan orang-orang yang menawariku ojek payung ataupun taksi yang berderet di pangkalannya. Pakaianku basah, Jalanku mulai tak berarah, pikiranku kembali merenung entah campur aduknya perasaanku kini yang ku inginkan hanya menangis. Aku tak habis pikir, hari ini ku habiskan hanya untuk menunggu (lagi) sudah berapa banyak waktuku yang tersita hanya untuk menunggu. “katamu kau akan pulang! Katamu kau akan kembali! Katamu kau tak akan buatku menunggu lagi! Katamu kau akan tepati janji!....” suaraku melampaui suara hujan, bibirku keriput sampai kurasakan hingga ke jemariku. Setengah nafas aku berusaha bernafas, sempoyongan aku berjalan, lagi-lagi kau buatku menelen asa mengundang hampa.

Aku lelah jika harus terus menunggu, menanti harapan palsu, membuat hidupku layaknya abu, rapuh dan menyapu alur. Jika ingin datang mengapa kau buatku semerana ini, Jika tak ingin datang mengapa kau beri aku untaian harapan yang tak dapat kau wujudkan? Hari ini seharusnya kau sudahi penantian panjangku, seharusnya kau menyadarinya, di Stasiun tengah Kota aku menunggu mengharapkan kedatanganmu, sosokmu yang selalu membuatku cemas bahkan melebihi kecemasan akan diriku sendiri. Semoga kau lekas pulih dari retaknya ingatanmu akan diriku.



         Dari Langit yang menggapai Matahari
      Menunggu Pelangi hingga Pagi
    Aku lelah Menanti


Kamis, 02 Januari 2014

Kegagalanku Adalah Sulit Untuk Melupakanmu


Aku tak akan pernah menyangka akan merasakan hal ini lagi, aku tak pernah mengharapkan untuk mencicipi kekecewaan lagi, Sedetikpun tak pernah aku pikirkan untuk berpisah darimu, berjauhan denganmu atau sekedar terpisah beberapa waktu saja. Aku tak akan pernah mau membayangkan hal itu. Namun nyatanya semua seperti kutukan mendadak buatku, semuanya terjadi, hal yang sangat tak pernah aku inginkan.

Sudah beranjak bulan ke tiga dan tahun pertamaku mendukung sang waktu untuk menjauhi kita, aku dan kamu. Sekian tak ada lagi cerita yang harus kuceritakan saat malam bersandar, memelukku dengan penuh pertanyaan, dengan rasa cemas yang seolah membuatku mendadak tak bisa tidur.. menggerogoti setiap malamku yang penuh harapan namun masih dengan keraguan. Akankah kau segera pulang? Berapa lama lagi aku harus menunggumu? Sampai kapan aku harus merasakan kepiluan atas kepergianmu?

Aku benci dengan keadaan ini, jika aku boleh mengeluh, Aku tak pernah menginginkan ini terjadi dalam hidupku. Atau jika aku bisa memilih.. Aku tak akan membiarkanmu meninggalkan kenangan indah tanpa kau bawa pergi bersamamu. Aku hilang kendali, programku terformat semua oleh virusmu, menyebar keseluruh otakku, merefresh berulang-ulang tentang kebersamaan kita, mendownload file baru berisi kegalauanku yang ditinggal olehmu, dan kau sengaja tak meng-upgradeku agar terus dapat kau kendalikan aku.

Seperti album usang kau buat diriku jadul, berjamur, berdebu, kusam, dan jelek. Seperti rumah tua yang rapuh tak berpenghuni kau buat aku sepi tak bernarasi. Seperti bangku kosong kau buat aku menyendiri. Bila saja waktu itu aku tak menemuimu saat pertama kita bertemu dan aku tak meresponmu hingga sejauh ini, pasti aku tak akan merasakan bahwa aku telah menggilaimu, menganggapmu adalah cinta terakhir untukku, dan bergantung oleh hidupmu, keputusan maupun pilihanmu, seolah akulah yang akan menjadi seatap denganmu, dan sampai ku temukan hari tuaku bersamamu. Itu gila!! dan aku telah gila karenamu.

Mengapa kepergian selalu menyisihkan luka? menyayat kenangan indah? memporak-poranda sebuah hati yang terbuai kebahagiaan? yang saat ini aku rasakan karena kepergianmu. Pikirku.. kau akan kembali, membayar semua waktuku yang tersita karena harus menunggumu, menemani kerinduan di setiap hatiku merintih mencarimu. Kabarmu saja aku tak pernah tahu! Keadaanmu, kehidupan barumu.. bagaimana mungkin aku bisa tetap setia menunggumu? Ingin sekali rasanya aku mencibirmu, melukaimu dengan perkataan yang kasar, dengan sikap mengacuhkanmu, melenyapkanmu dari kehidupanku, menghilangkanmu dari sudut perhatianku. Namun berkali-kali telah kucoba mengabaikanmu seperti kamu yang tak pernah menganggapku ada bersamamu. Dan aku tersadar bahwa Kegagalanku adalah Sulit Untuk Melupakanmu.



Dari Senyuman Lembut Sehabis Senja
teruslah menggapai harapanmu, dan
 Aku Akan Setia MenungguMu

Translate