Aku menatap
semu ke sebuah lorong gulita yang bersiluet dan sunyi, entah apa yang aku
tunggu seakan pandanganku tak beranjak kabur dan ingin terus menatap kegelapan
itu. “tuk..tuk..tuk…” hentakkan kaki seseorangpun tak membuatku terkejut. Aku
masih tetap fokus dengan pandanganku. Di gedung tua ini aku menghabiskan
setengah hariku hanya untuk memandangi lorong itu, lorong yang tersambung
dengan pintu masuk dan keluar sehingga aku bisa mengetahui siapa saja yang
datang dan pergi melalui lorong itu.
“Hey. What
are you doing? Are you okay?” wanita
paruh baya dengan rambut pirangnya berusaha memperhatikan aku dan dia terlihat
bingung dengan keadaanku yang hanya duduk melamun terpengarah terhadap satu
pandangan. Aku mencoba mengubrisnya “Nothing,
I’m fine” ku selipkan senyuman
tipis yang kutampilkan di wajahku, tanpa ku alihkan pandanganku dari sudut
lorong itu. Wanita itu beranjak kemudian dia mengelus tanganku dengan lembut
dan menghapus kedinginan di ruangan ini seakan hangat dan membuatku nyaman. Dia
berlalu dengan tergopoh-gopoh karena membawa barang-barang yang besar hingga
dia menghilang di balik pintu masuk.
Dari
Matahari terlihat terik dan bersemangat memulai hari, sampai Hujan rintik
meredamkan aspal yang melepuh dan kini mulai membanjirinya. Jalan semakin Macet
dan orang-orang berlalu-lalang mencari tempat teduhan, dari gedung ini sepi dan
sunyi hingga aku mulai merasakan nafasku sesak dan kakiku terjepit
barang-barang yang mereka bawa. Seseorang berseragam rapih yang bekerja di
tempat ini bertanya kepadaku “selamat
Malam Nona, Apa kau menunggu seseorang? Sedari siang aku melihatmu disini namun
kau tak beranjak sekalipun dari tempat ini. Ada yang bisa saya bantu?” Aku mulai tersadar, seharian aku di
tempat ini dan aku terbelalak melihat sekelilingku, sungguh ramainya disini “oh tidak, terima kasih. Saya mau
pulang saja” aku bergegas
berdiri, namun jemari kakiku mulai keram rasanya seperti di semuti puluhan ribu
semut rangrang yang berkonvoi di kakiku. Aku merintih kecil hingga membuat
petugas itu kembali bertanya “apa
kau baik-baik saja nona?” dengan
sigap ku pulihkan tenagaku yang tersisa lalu ku jawab “ya, saya baik-baik saja” dengan mengabaikannya aku berjalan
melewatinya, sungguh arogan sekali sikapku ini tanpa mengakhiri perhatiannya
dengan kata terima kasih, masa bodoh.
Menerobos
hujan yang deras tanpa mengenakan pelindung anti air sehelaipun, Aku berjalan
santai tak kupedulikan orang-orang yang menawariku ojek payung ataupun taksi
yang berderet di pangkalannya. Pakaianku basah, Jalanku mulai tak berarah,
pikiranku kembali merenung entah campur aduknya perasaanku kini yang ku
inginkan hanya menangis. Aku tak habis pikir, hari ini ku habiskan hanya untuk
menunggu (lagi) sudah berapa banyak waktuku yang
tersita hanya untuk menunggu. “katamu
kau akan pulang! Katamu kau akan kembali! Katamu kau tak akan buatku menunggu
lagi! Katamu kau akan tepati janji!....” suaraku
melampaui suara hujan, bibirku keriput sampai kurasakan hingga ke jemariku.
Setengah nafas aku berusaha bernafas, sempoyongan aku berjalan, lagi-lagi kau
buatku menelen asa mengundang hampa.
Aku lelah
jika harus terus menunggu, menanti harapan palsu, membuat hidupku layaknya abu,
rapuh dan menyapu alur. Jika ingin datang mengapa kau buatku semerana ini, Jika
tak ingin datang mengapa kau beri aku untaian harapan yang tak dapat kau
wujudkan? Hari ini seharusnya kau sudahi penantian panjangku, seharusnya kau
menyadarinya, di Stasiun tengah Kota aku menunggu mengharapkan kedatanganmu,
sosokmu yang selalu membuatku cemas bahkan melebihi kecemasan akan diriku
sendiri. Semoga kau lekas pulih dari retaknya ingatanmu akan diriku.
Dari Langit yang menggapai
Matahari
Menunggu Pelangi hingga Pagi
Aku lelah
Menanti
kamu menunggu siapa atau apa? di dalam cerita kamu selalu mengharapkan suatu keajaiban datang, tapi kenapa di akhir cerita mendoakan keajaiban sambil menoleh pergi dalam keputus asaan? setelah ini apa yang mau kamu lakukan? bunuh diri?... hehehehe bagus ceritanya, mengundang banyak pertanyaan dan membuat penasaran,tapi terlalu klise. mungkin sedikit konflik ditengah cerita bisa jadi lebih menarik, atau pancing pembaca ke cerita yg di awal paragraph, pancingannya bisa di letakkan ditengah atau akhir... good luck yah :)
BalasHapusHehehe iya, justru aku pengen mengundang banyak tanya.. bunuh diri terlalu singkat, lalu kalau aku bunuh diri siapa yg akan meneruskan ceritaku? hahaha terima kasih atas sarannya dan sudah mampir disini ;)
BalasHapussama sama :)
BalasHapusdesi wanita cantik ku, baca yang ini jadi tau kalo desi bisa buat cerita . des semua itu ada mafaatnya baik yang di ceritain juga yang di tulis, buka lembaran baru isi lagi cerita cerita sama orang baru. jangan diambil pusing des
BalasHapus